Kenapa harus takut sendiri?
Toh saat menghadapi kematian pun kita akan sendiri.
Too many reasons could bring me to my lowest point.
But still i try my best to rise-up my head and walk away upon my target of life.
Maaf, kali ini mau tumpah.
I don't have someone to talk to, so i choose to write down my feeling here in attempt to make my self feel a little bit better.
Atas apa yang selama ini saya rasa dan pahami mengenai diri saya sendiri, dalam menghadapi kekecewaan manusia mempunyai tiga tahapan/pilihan.
1. Diam
Saya kecewa, tapi saya diam, bertindak seolah rasa kecewa tidak ada pada diri saya.
Coba menunjukkan, "Saya baik-baik saja".
2. Marah
Saya sungguh kecewa. Saya mencoba diam, tapi tetap ada rasa yang meluap. Saya tidak mau menangis menghadapi kekecewaan yang sangat ini, namun rasanya ada yang hendak 'membludak', maka saya menjadi marah.
Marah untuk meng-cover perasaan kecewa saya dan sekuat tenaga untuk tidak terlarut pada emosi biru yang akhirnya justru membuat saya menangis.
Maka yang keluar/yang ditunjukkan adalah emosi marah.
3. Menangis.
Betapa kecewanya saya. Saya sudah mencoba untuk
diam dan bertindak seolah tidak terjadi apa-apa, namun nyatanya saya
sungguh kecewa dan tidak bisa menahan kekecewaan besar itu hingga
akhirnya saya menangis.
Saya kehilangan ke-awas-an diri untuk tidak 'meluap'.
Mungkin hari ini saya sudah marah menghadapi semua kekecewaan saya. Keterlaluan. Ia bilang.
Maaf. Saya jawab.
Saya tidak pernah takut untuk sendiri, karena pada akhirnya sebagai manusia pun saya akan sendiri....
Tapi, kenapa sendiri itu selalu jadi teman saya?
Mungkin semua melihat saya baik-baik saja dalam acara besar hari ini, ketika mereka semua bersama dengan keluarga lengkapnya. Ayah nya, Ibu nya, Adik/Kakak nya. Bersama.
But, truthfully i wasn't. You could see me as cheer up as it was, but deep inside, i were crying, being alone almost all the time.
I wished that he could accompany me and would give me his silly jokes.
I need someone. Yet he came when i was so disappointed from his alpha this morning.
It was too late. I was so angry in order to keep my head up so i were not being beaten by my blue feeling and suddenly crying on my aunty wedding.
Mungkin ada yang lupa.
Saya manusia yang memiliki perasaan, dan sayangnya masih memiliki ekspektasi.
I'm a normal human being.
And i'm not that strong.
Anw, Happy Wedding Mba Mita dan Mas Egi, wish you both a very happy life. Amin Ya Allah. :)
-meranitalentsa
No comments:
Post a Comment