Ini saya yang kini telah berusia 22
tahun. Melewati banyak peristiwa hingga akhirnya mencicipi tahap ‘ini’.
Bila Anda berminat, saya akan
menguraikan sedikit masa-cerita-saya.
Saya lulus di
umur 21 tahun dengan gelar S. Hum (Sarjana Humaniora).
Saya mengambil jurusan Sastra Prancis di Universitas Indonesia, dan memang berniat untuk menyelesaikan studi saya dalam kurun waktu 3,5 tahun saja. Alhamdulillah berkat ridho Allah SWT saya pun dapat memenuhi hal tersebut.
Saya mengambil jurusan Sastra Prancis di Universitas Indonesia, dan memang berniat untuk menyelesaikan studi saya dalam kurun waktu 3,5 tahun saja. Alhamdulillah berkat ridho Allah SWT saya pun dapat memenuhi hal tersebut.
Februari lalu
saya baru saja diwisuda bersama empat teman saya lainnya.
Sesungguhnya tidak ada yang terlalu istimewa dari ‘diwisuda’, walaupun saya tetap mengucapkan banyak-banyak terima kasih pada teman dan keluarga saya yang sudah menyempatkan diri untuk datang di acara itu.
Sesungguhnya tidak ada yang terlalu istimewa dari ‘diwisuda’, walaupun saya tetap mengucapkan banyak-banyak terima kasih pada teman dan keluarga saya yang sudah menyempatkan diri untuk datang di acara itu.
Wisuda… Sembilan
Februari, dua ribu tiga belas.
Saat itu saya
didampingi oleh Nenek dan Tante saya (adik dari Almh. Ibu saya).
Ucapan-ucapan
selamat, kedatangan sahabat, pacar, kerabat, saya berterima kasih. Sangat.
Sungguh.
Tapi tetap saya
merasa tidak ada yang istimewa. Ada banyak hal yang berkecamuk dalam hati dan
pikiran saya. Lantas apa setelah wisuda?
Memang mengapa kalau sudah diwisuda? Benarkah wisuda merupakan salah satu momen
terindah dalam hidup kita yang juga patut dikenang?Apa istimewanya seorang
sarjana? Bukankah sama saja ketika kita lulus SMA, ujjian, wisuda, lalu
mendapat ijazah? Sudah siapkah saya menghadapi hidup setelah wisuda? Hendak
apa? Apa yang sebenarnya saya cari? Apa yang sebenarnya saya inginkan?
Hingga saat itu
saya belum menemukan apa yang hendak saya cari.
Sebenarnya
beberapa minggu sebelum saya diwisuda, saya sudah mengirim cv ke pelbagai
perusahaan dengan berbagai macam posisi. Ada pun posisi yang saya cari,
sekretaris, staff administrasi, admin frontline, supervisor mall-mall ternama,
dan sebagainya.
Bayangkan,
bahkan saya belum tahu bidang apa kelak yang akan saya tekuni di dunia kerja!
Tak ada orang
untuk berbagi cerita, berbagi pendapat, bertukar pikiran, maupun memberi
nasihat. Semua saya lakukan sendiri, mulai dari memotivasi diri sendiri dan
memutuskan apa yang terbaik bagi saya.
Seolah saya
hanya keep applying in so many different
companies with various positions. Apa yang memenuhi pikiran saya: Tidak
ingin menjadi pengangguran, dan ingin segera mandiri secara finansial!
Meski masih ada
tanda tanya besar yang menggelayuti pikiran saya:
Apa yang sebaiknya saya lakukan?!
Melanjutkan
sekolah lagi? Tentu saya mau, namun tidak dalam waktu dekat ini, sebab
keinginan saya melanjutkan sekolah adalah untuk mendongkrak posisi saya di
pekerjaan yang akan saya tekuni kelak.
Singkat cerita,
panggilan demi panggilan saya dapatkan, tes berupa psikotes dan berbagai
interview saya lakukan, tawaran-tawaran pun Alhamdulillah berdatangan.
Singkat cerita
dari tawaran-tawaran tersebut, saya menyortir dengan penilaian, salary yang
mereka tawarkan, dan sistem/jadwal kerja perusahaan yang bersangkutan.
Saya mematok
minimal saya harus mendapatkan salary sekitar tiga, dan jadwal bekerja yang office
hours, serta tunjangan-tunjangan lain berupa asuransi kesehatan, transport,
insentif, dan sebagainya.
Hingga akhirnya pilihan
saya jatuh di PT Boehringer Ingelheim Indonesia, yah walau posisi saya hanya
sebagai admin-frontline.
Menjadi karyawan…. Enam Maret, dua ribu tiga belas.
I was so excited on that day.
Singkat cerita
berkat kerja di sana saya Alhamdulillah dapat mandiri secara finansial, bahkan
turut membantu (walaupun tidak seberapa) keperluan orang rumah.
Apa pun, semua
kebutuhan saya tercover.
Tapi sungguh,
itu bukanlah sekedar ‘itu’.
Lebih pada rasa
‘ternyata saya mampu sampai pada tahap ini, meskipun segala motivasi hanya
berasal tunggal-dari-dalam-diri-saya-sendiri’.
Betapa lebarnya
senyum saya ketika mendapat gaji pertama kali sebagai seorang karyawan suatu
perusahaan besar. Lalu mengatur pengeluaran supaya saya survive hingga gajian bulan depan.
Saya akui gaji
bulan pertama dan kedua habis untuk berbelanja, mulai dari baju-baju kantor,
sepatu, tas, dan aksesoris2 lain. Awalnya memang sayang juga hanya dihabiskan
untuk berbelanja, tapi toh saya memang membutuhkan semua barang itu, dan tiap
kali membuka isi lemari saya juga cukup senang, karena sebagian baju sudah
mampu saya beli dengan uang saya sendiri. Lega dan bersyukur, terima kasih
Allah SWT J
Rasanya sungguh
benar-benar bangga juga atas kesungguhan dalam diri saya.
Berjuang
sendiri, menentukan pilihan sendiri, dan melakoni semua hal itu juga sendiri.
Nenek dan Tante
mendukung, tapi mereka hanya melihat dari luar, semua keputusan ada pada saya.
Ayah kandung saya jauh di luar Pulau Jawa, tinggal sama keluarganya, bila saya
tidak menanyakan kabarnya terlebih dahulu, jarang sekali Ia menanyakan kabar
saya. Yahh tak jauh berbeda dengan Ayah tiri saya.
Sudahlah saya
memang sendiri, dan bersyukur juga atas hal tersebut, sebab mungkin jika saya
tetap bergantung pada mereka (ataupun salah satu dari mereka) bisa saja saya
hanya akan jadi gadis bermental tempe. Who
knows? Positive thinking aja.. :”)
Dunia kerja..
Mungkin dari
kalian juga akan merasakan yang namanya berangkat shubuh pulang malam, begitu
setiap hari Senin-Jumat.. Belum lagi jika ada kerjaan tambahan, atau ada
meeting.
Mungkin dari kalian juga akan merasakan bagaimana susahnya membagi waktu antara kerjaan-waktu istirahat-dan main/nongkrong. Secara jelasnya saya tidak dapat menjelaskannya di sini, karena nanti kalian sendiri yang akan mengerti bila kalian memang sudah terjun di dunia kerja….
Mungkin dari kalian juga akan merasakan sindrom kangen dunia kampus, sebab dunia kerja sungguh jauh berbeda. Tidak ada lagi libur panjang semester, tidak bisa asal bolos kerja, tiba-tiba kena omel yang bahkan kalian tidak tahu permasalahannya apa, dan sebagainya..
Resign/tidak melanjutkan kontrak.. 5 Juni 2013..
Ya, memang saya
hanya bermaksud kerja di Boehringer hanya untuk tiga bulan saja, sebab posisi
saya yang memang hanya sebagai admin frontline/frontline officer tidak
menjanjikan jenjang karier yang bagus. Oleh karena itu saya tidak berminta
untuk melanjutkan kontrak..
Dari awal niat
saya untuk bekerja di Boehringer adalah untuk mencari pengalaman kerja di
perusahaan besar dengan sistem office
hours, saya mau cari tahu perbedaan orang-orang HO (Head Office) dan FF (Field
Force), juga karena saya tidak mau label ‘pengangguran’ ada di dalam diri
saya, jadi ketika mereka menawarkan kontrak kerja tiga bulan terlebih dahulu
(masa probation) saya mengiyakan,
meskipun dua hari setelah saya signed
contract dengan mereka tawaran-tawaran yang lebih menarik justru baru
berdatangan. Ya sudah, saya anggap untuk saat itu bekerja di Boehringer adalah
jalan terbaik yang diberikan oleh Allah SWT. J
Langkah
selanjutnya, saya tetap memasukan CV saya untuk mencari posisi yang lebih baik,
Alhamdulillah diberi jalan oleh Allah SWT, tanggal 6 Juni 2013 saya briefing di
suatu dept. store besar di Jakarta, dengan posisi sebagai MT (Management
Trainee).
Saya tidak tahu
apakah menerima tawaran itu akan baik untuk karir saya ke depan, yang saya
tahu, saya memang mengejar posisi MT selepas dari Boehringer.
Sebagai
kesimpulan, wisuda dan bekerja di umur muda merupakan hal yang memberi ruang
bagi mental dan pikiran saya untuk terus maju dan berkembang, bagaimanapun
keadaannya, sesulit apapun, sekeras apapun. Satu yang saya tahu, saya harus
terus berkembang dan berkarya dalam hidup saya, dan untuk mendapatkan semua hal
itu mengingat dan mencari ridho Allah SWT adalah hal yang utama yang harus saya
lakukan, karena tanpa ridho dan kehendakNya, belum tentu semua hal tersebut
terjadi.
-meranitalentsa
No comments:
Post a Comment