Monday, 23 January 2012

Luka Tercuka..

Beliau
Renta (tak) menua, (masih)melesap anggun dalam pikir-pikir rapuh tentang hari lalu itu

Sementara aku,
Berdiam hendak terhenti, menoleh, (masih) berharap, kira-kira ia memanggil..

Lantas,
Kami tak berpapas, dalam sayup-sayup rintih selintas angin kemarin sore,


"Kau masih di sana?", tanyamu

"Ya, aku masih di sini", jawabku

"Untuk apa?", tanyamu lagi

Aku terdiam

"Untuk apa?"

Aku terdiam.
Matanya memerah, jantungnya berdetak kencang.
Aku terdiam.
Matanya memerah, jantungnya berdetak kencang.
Aku terdiam.
Matanya memerah, jantungnya berdetak kencang.


5 tahun setelahnya,
Kuberikan selembar kertas dengan tulisan “(b) A P A (k) ?”


8 tahun setelahnya,
Kuselipkan selembar kertas dengan tulisan “ANAK (b) A P A (k) ?”


10 tahun setelahnya,
Kukirimkan selembar kertas dengan tulisan “ A K U ?”


12 tahun setelahnya,
Kusimpan selembar kertas dengan tulisan “(s) (i) A P A ?”





Kamu masih di sana.
Mata memerah, jantung berdetak kencang.
Aku terdiam.

Kubuka luka itu perlahan, sedang dalam penantianku, kamu terus berlalu sembari memberi cuka dalam sendi-sendi jiwa lukaku, yang belum sempuh, tak jua sembuh.

Matamu memerah, jantungmu berdetak kencang, mungkin kamu takut, mungkin kamu malu, mungkin kamu....... mungkin.

Aku terdiam,
Masih di sini, menunggu, berharap,
Walau lukaku tercuka, walau lukaku kian terbuka karenamu, karena diammu.


Matamu memerah, kamu menangis.




-meranitalentsa23/01/12

No comments:

Post a Comment